Sabtu, 15 Maret 2014

legenda dangdut indonesia

n Dewa 19,
13. Dan Sebagainya. (Masih banyak lagi prestasi yang ia dapatkan)
Di lihat dari prestasi-prestasi yang diukir oleh Bang Haji itu telah cukup jelas, keterkaitan Rhoma dengan perkembangan musik dangdut, adalah sebuah bentuk satu kesetuan. Jasa dan pikirannya sudah banyak memengaruhi dan mengawal secara konsisten kemajuan musik dangdut, hal tersebut sudah tidak lagi bisa dielakan oleh siapapun. Perjuangannya dalam menaikan pamor musik dangdut memerlukan proses yang tidak pendek. Kalau kita tengok awal karir Rhoma yaitu pada tahun tujuh puluhan “Rhoma sudah menjadi penyanyi dan musisi ternama setelah jatuh bangun dalam mendirikan band musik, mulai dari band Gayhand tahun 1963. Tak lama kemudian, ia pindah masuk Orkes Chandra Leka, sampai akhirnya membentuk band sendiri bernama Soneta yang sejak 13 Oktober 1973 mulai berkibar. Bersama grup Soneta yang dipimpinnya, Rhoma tercatat pernah memperoleh 11 Golden Record dari kaset-kasetnya“. Mulai inilah nama Rhoma Irama melejit bak roket, tak ada yang bisa menahan laju “kemasyhurannya”. Seiring kemajuan namanya, musik dangdut pun tak luput menjadi perhatian atau sorotan sebuah perkembangan genre musik baru, masa transofmasi musik dangdut ditangan Rhoma sangat cepat. Oleh karena itulah, dengan berkat bang haji musik dangdut tidak lagi termajinalkan seperti sedia kala.
Bersama Soneta Group, Rhoma sukses merombak citra musik dangdut (orkes melayu), yang tadinya dianggap musik pinggiran menjadi musik yang layak bersaing dengan jenis-jenis musik lainnya. Keseluruhan aspek pertunjukan orkes melayu dirombaknya, mulai dari penggunaan instrumen akustik yang digantinya dengan alat musik elektronik modern, pengeras suara TOA 100 Watt yang diganti dengan sound system stereo berkapasitas 100.000 Watt, pencahayaan dengan petromaks atau lampu pompa digantinya dengan lighting system dengan puluhan ribu Watt, begitu juga dengan koreografi serta penampilan yang lebih enerjik dan dinamis di atas panggung. Kesuksesannya bersama Soneta untuk merevolusi orkes melayu menjadi dangdut itulah yang menyebabkan seorang sosiolog Jepang, Mr. Tanaka, menyatakan Rhoma sebagai “Founder of Dangdut“.
Nama dangdut sendiri yang tadinya merupakan cemoohan atas musik orkes melayu berdasarkan suara gendangnya, justru diorbitkan Rhoma Irama pada tahun 1974 dengan menjadikannya sebagai sebuah lagu: Dangdut (yang kini lebih populer dengan nama Terajana). Rhoma juga semakin mengukuhkan predikat dangdut sebagai musik yang bisa diterima semua kalangan lewat lagunya “Viva Dangdut” yang dia ciptakan tahun 1990.
Bergesernya waktu adalah bagian dari proses transformasi dangdut yang di usung oleh Bang Haji, dalam perkembangan insting musiknya Rhoma mulai mengubah gaya dangdut menjadi semakin lebih halus, santun, dan bijaksana. Dangdut bukan hanya dijadikan sebagai ladang bisnis atau hanya cuman sekedar mencari nama saja. Tetapi, di tangan Rhoma dangdut dioprasionalkan untuk alat dakwah juga. Dakwah dan Syiar Islam merupakan pijakan dasar Rhoma dalam berdakwah melalui musiknya. “Sound of Moselem” menjadi konsep dasar Rhoma. Sukses mengangkat derajat dangdut dengan gaya Rhoma yang lama. Bersama Soneta Grup waktu itu Rhoma gencar-gencaran meluncurkan album yang bernuansa dakwah. Tetapi, tetap saja walaupun lagu-lagunya banyak “diselipi” aroma agama, lagu-lagu Rhoma pada saat ini terus bertahan menduduki tangga lagu pertama, dan sosok Rhoma malah semakin fenomenal. Rhoma percaya bahwa musik bukanlah sekedar sarana untuk hura-hura belaka, namun merupakan sebuah pertanggungjawaban kepada Tuhan dan manusia, dengan kekuatan untuk mengubah karakter seseorang, bahkan karakter sebuah bangsa. Dalam misi dakwahnya itu, bukan saja melalui jalur musik ia mencoba memperkenalkan agama, namun ia juga terjun dalam dunia perfilman. Sebagai bukti pada tahun 1991 film yang Berjudul “Nada dan Dakwah”, adalah bentuk dari perjuangan Rhoma untuk terus konsisten dalam mengkolaborasikan musik, film, dan nilai-nilai moral yang tertanam pada religiusitas. Lewat “Nada dan Dakwah”, Rhoma juga mendapatkan nominasi aktor pemeran utama terbaik untuk FFI 1992.
Terkadang Rhoma berseberangan dengan pemerintah saat melakukan kritik sosial untuk menggugat kebijakan yang dianggapnya kurang sesuai dengan kaidah agama, seperti legalisasi Porkas dan SDSB. Lagu-lagu seperti “Pemilu” dan “Hak Asasi” (1977), “Sumbangan” dan “Judi” (1980), serta “Indonesia” (1982) sarat kritik dan sentilan, sehingga dia sempat diinterogasi pihak militer di era Orde Baru, dan dicekal tampil di TVRI selama 11 tahun lamanya. Rhoma juga pernah duduk sebagai wakil rakyat dalam DPR. Untuk membuat syiar dan dakwahnya lebih efektif, dia menggandeng partai-partai politik yang punya jalur, jangkauan, serta akses yang luas. Rhoma juga berpartisipasi aktif dalam menggunakan jalur politik untuk syiar dan dakwah, dengan turut mengusulkan beberapa butir Rancangan Undang-Undang Anti Pornografi dan Pornoaksi (RUUPP) ke DPR.
Rhoma tidak hanya mencurahkan perhatiannya pada dakwah dan syiar, tapi dia juga peduli dengan nasib sesama musisi, terutama mereka yang berkecimpung dalam dunia Dangdut. Dia mendirikan PAMMI (Persatuan Artis Musik Melayu Dangdut Indonesia) dan menjabat sebagai Ketua Umumnya. Dia juga memimpin pendirian AHDCI (Asosiasi Hak Cipta Musik Dangdut Indonesia) untuk memperjuangkan hak atas pembagian royalti yang lebih baik untuk para pencipta musik Dangdut.
Dalam perkembangan musik dangdut Indonesia, Rhoma mulai berbenturan dengan musisi-musisi dangdut lainnya. Konflik Bang Haji dengan Inul Daratista sebagai gambaran kegelisahan Rhoma, karena Rhoma beranggapan bahwa apa yang dipertunjukan oleh inul itu Bukanlah dangdut, tetapi “porno“. Dengan permasalahan itu dan berbagai hiruk-pikuk dangdut yang ada Rhoma beranggapan musik dangdut telah tercemari oleh limbah-limbah, sehingga kemajuan atau aliran musik dangdut semakin terhambat. Sebagai bukti bisa kita liat sendiri, musik dandut pada sekarang ini kalah pamor dengan aliran-aliran musik lainnya. Apalagi saat ini para musisi dangdut, bukan kualitas lagu yang ia tonjolkan, melainkan ekspresi goyangan di atas panggung. Jadi bisa dikatakan, ketika seorang penyanyi dangdut tidak punya goyangan yang khas, maka kemungkinan untuk eksis dia kecil.
Sungguh kemunduran yang sangat jauh, yang awal mulanya dangdut adalah lahan bagi para insan kreatif, penuh makna, dan pesan-pesan moral. Tetapi sekarang ini dangdut telah menjadi lahan maksiat. Mungkin di situlah bedanya Rhoma dengan musisi dangdut yang ada sekarang. Kemampuan, kemahiran, dan keahlian Rhoma adalah tonggak utama yang ia pakai dalam merubah musik dangdut. Bukan karena adanya embel-embel terntentu, itu murni dari ketangkasan yang ia miliki. Akhirnya genre musik yang ia usung menjadi sebuah alunan musik yang nikmat dan “pro rakyat”. Dia benar-benar musisi sejati, tak ada yang bisa menyamai namanya. Sampai sekarang pun Rhoma tetap eksis dengan karya-karyanya. Tidak dapat disangkal sosok jenius ini telah menciptakan lebih dari 500 lagu, dan sampai sekarang dia memperoleh predikat sebagai pencipta lagu terlaris, di setiap even-even dangdut lagu Rhoma selalu berkumandang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar