13. Dan Sebagainya. (Masih banyak lagi prestasi yang ia dapatkan)
Di lihat dari prestasi-prestasi yang diukir
oleh Bang Haji itu telah cukup jelas, keterkaitan Rhoma dengan
perkembangan musik dangdut, adalah sebuah bentuk satu kesetuan. Jasa dan
pikirannya sudah banyak memengaruhi dan mengawal secara konsisten
kemajuan musik dangdut, hal tersebut sudah tidak lagi bisa dielakan oleh
siapapun. Perjuangannya dalam menaikan pamor musik dangdut memerlukan
proses yang tidak pendek. Kalau kita tengok awal karir Rhoma yaitu pada
tahun tujuh puluhan “Rhoma sudah menjadi penyanyi dan musisi ternama
setelah jatuh bangun dalam mendirikan band musik, mulai dari band
Gayhand tahun 1963. Tak lama kemudian, ia pindah masuk
Orkes Chandra Leka, sampai akhirnya membentuk band sendiri bernama
Soneta yang sejak 13 Oktober 1973 mulai berkibar. Bersama grup Soneta
yang dipimpinnya, Rhoma tercatat pernah memperoleh 11 Golden Record dari
kaset-kasetnya“. Mulai inilah nama Rhoma Irama melejit bak roket, tak
ada yang bisa menahan laju “kemasyhurannya”. Seiring kemajuan namanya,
musik dangdut pun tak luput menjadi perhatian atau sorotan sebuah
perkembangan genre musik baru, masa transofmasi musik dangdut ditangan
Rhoma sangat cepat. Oleh karena itulah, dengan berkat bang haji musik
dangdut tidak lagi termajinalkan seperti sedia kala.
Bersama Soneta Group, Rhoma sukses merombak
citra musik dangdut (orkes melayu), yang tadinya dianggap musik
pinggiran menjadi musik yang layak bersaing dengan jenis-jenis musik
lainnya. Keseluruhan aspek pertunjukan orkes melayu dirombaknya, mulai
dari penggunaan instrumen akustik yang digantinya dengan alat musik
elektronik modern, pengeras suara TOA 100 Watt yang diganti dengan sound
system stereo berkapasitas 100.000 Watt, pencahayaan dengan petromaks
atau lampu pompa digantinya dengan lighting system dengan puluhan ribu
Watt, begitu juga dengan koreografi serta penampilan yang lebih enerjik
dan dinamis di atas panggung. Kesuksesannya bersama Soneta untuk
merevolusi orkes melayu menjadi dangdut itulah yang menyebabkan seorang
sosiolog Jepang, Mr. Tanaka, menyatakan Rhoma sebagai “Founder of Dangdut“.
Nama dangdut sendiri yang tadinya merupakan
cemoohan atas musik orkes melayu berdasarkan suara gendangnya, justru
diorbitkan Rhoma Irama pada tahun 1974 dengan menjadikannya sebagai
sebuah lagu: Dangdut (yang kini lebih populer dengan nama Terajana).
Rhoma juga semakin mengukuhkan predikat dangdut sebagai musik yang bisa
diterima semua kalangan lewat lagunya “Viva Dangdut” yang dia ciptakan
tahun 1990.
Bergesernya waktu adalah bagian dari proses
transformasi dangdut yang di usung oleh Bang Haji, dalam perkembangan
insting musiknya Rhoma mulai mengubah gaya dangdut menjadi semakin lebih
halus, santun, dan bijaksana. Dangdut bukan hanya dijadikan sebagai
ladang bisnis atau hanya cuman sekedar mencari nama saja. Tetapi, di
tangan Rhoma dangdut dioprasionalkan untuk alat dakwah juga. Dakwah dan
Syiar Islam merupakan pijakan dasar Rhoma dalam berdakwah melalui
musiknya. “Sound of Moselem” menjadi konsep dasar Rhoma. Sukses
mengangkat derajat dangdut dengan gaya Rhoma yang lama. Bersama Soneta
Grup waktu itu Rhoma gencar-gencaran meluncurkan album yang bernuansa
dakwah. Tetapi, tetap saja walaupun lagu-lagunya banyak “diselipi” aroma
agama, lagu-lagu Rhoma pada saat ini terus bertahan menduduki tangga
lagu pertama, dan sosok Rhoma malah semakin fenomenal. Rhoma percaya
bahwa musik bukanlah sekedar sarana untuk hura-hura belaka, namun
merupakan sebuah pertanggungjawaban kepada Tuhan dan manusia, dengan
kekuatan untuk mengubah karakter seseorang, bahkan karakter sebuah
bangsa. Dalam misi dakwahnya itu, bukan saja melalui jalur musik ia
mencoba memperkenalkan agama, namun ia juga terjun dalam dunia
perfilman. Sebagai bukti pada tahun 1991 film yang Berjudul “Nada dan
Dakwah”, adalah bentuk dari perjuangan Rhoma untuk terus konsisten dalam
mengkolaborasikan musik, film, dan nilai-nilai moral yang tertanam pada
religiusitas. Lewat “Nada dan Dakwah”, Rhoma juga mendapatkan nominasi
aktor pemeran utama terbaik untuk FFI 1992.
Terkadang Rhoma berseberangan dengan
pemerintah saat melakukan kritik sosial untuk menggugat kebijakan yang
dianggapnya kurang sesuai dengan kaidah agama, seperti legalisasi Porkas
dan SDSB. Lagu-lagu seperti “Pemilu” dan “Hak Asasi” (1977),
“Sumbangan” dan “Judi” (1980), serta “Indonesia” (1982) sarat kritik dan
sentilan, sehingga dia sempat diinterogasi pihak militer di era Orde
Baru, dan dicekal tampil di TVRI selama 11 tahun lamanya. Rhoma juga
pernah duduk sebagai wakil rakyat dalam DPR. Untuk membuat syiar dan
dakwahnya lebih efektif, dia menggandeng partai-partai politik yang
punya jalur, jangkauan, serta akses yang luas. Rhoma juga berpartisipasi
aktif dalam menggunakan jalur politik untuk syiar dan dakwah, dengan
turut mengusulkan beberapa butir Rancangan Undang-Undang Anti Pornografi
dan Pornoaksi (RUUPP) ke DPR.
Rhoma tidak hanya mencurahkan perhatiannya
pada dakwah dan syiar, tapi dia juga peduli dengan nasib sesama musisi,
terutama mereka yang berkecimpung dalam dunia Dangdut. Dia mendirikan
PAMMI (Persatuan Artis Musik Melayu Dangdut Indonesia) dan menjabat
sebagai Ketua Umumnya. Dia juga memimpin pendirian AHDCI (Asosiasi Hak
Cipta Musik Dangdut Indonesia) untuk memperjuangkan hak atas pembagian
royalti yang lebih baik untuk para pencipta musik Dangdut.
Dalam perkembangan musik dangdut Indonesia,
Rhoma mulai berbenturan dengan musisi-musisi dangdut lainnya. Konflik
Bang Haji dengan Inul Daratista sebagai gambaran kegelisahan Rhoma,
karena Rhoma beranggapan bahwa apa yang dipertunjukan oleh inul itu
Bukanlah dangdut, tetapi “porno“. Dengan permasalahan itu dan berbagai
hiruk-pikuk dangdut yang ada Rhoma beranggapan musik dangdut telah
tercemari oleh limbah-limbah, sehingga kemajuan atau aliran musik
dangdut semakin terhambat. Sebagai bukti bisa kita liat sendiri, musik
dandut pada sekarang ini kalah pamor dengan aliran-aliran musik lainnya.
Apalagi saat ini para musisi dangdut, bukan kualitas lagu yang ia
tonjolkan, melainkan ekspresi goyangan di atas panggung. Jadi bisa
dikatakan, ketika seorang penyanyi dangdut tidak punya goyangan yang
khas, maka kemungkinan untuk eksis dia kecil.
Sungguh kemunduran yang sangat jauh, yang
awal mulanya dangdut adalah lahan bagi para insan kreatif, penuh makna,
dan pesan-pesan moral. Tetapi sekarang ini dangdut telah menjadi lahan
maksiat. Mungkin di situlah bedanya Rhoma dengan musisi dangdut yang ada
sekarang. Kemampuan, kemahiran, dan keahlian Rhoma adalah tonggak utama
yang ia pakai dalam merubah musik dangdut. Bukan karena adanya
embel-embel terntentu, itu murni dari ketangkasan yang ia miliki.
Akhirnya genre musik yang ia usung menjadi sebuah alunan musik yang
nikmat dan “pro rakyat”. Dia benar-benar musisi sejati, tak ada yang
bisa menyamai namanya. Sampai sekarang pun Rhoma tetap eksis dengan
karya-karyanya. Tidak dapat disangkal sosok jenius ini telah menciptakan
lebih dari 500 lagu, dan sampai sekarang dia memperoleh predikat
sebagai pencipta lagu terlaris, di setiap even-even dangdut lagu Rhoma
selalu berkumandang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar